Bu Warsini, petani perempuan Gunung Kidul, tersenyum bangga di tengah lahan kedelai/jagung yang subur di tanah kapur yang tandus, menggambarkan keberhasilan Program Makmur Pupuk Indonesia.

Srikandi Tani Gunung Kidul: Kisah Bu Warsini Mengubah Lahan Kering Berkat Pupuk Indonesia

Gunung Kidul – Di sela-sela batuan kapur yang tandus di Semanu, jari-jari kasar namun telaten milik Bu Warsini (45) menari lincah membersihkan gulma di sekitar tanaman kedelainya. Warsini bukan sekadar istri petani yang membantu suami. Sejak suaminya jatuh sakit dua tahun lalu, ia adalah tulang punggung keluarga, nakhoda yang menentukan apakah dapur rumahnya akan tetap mengepul atau padam.

Menjadi petani perempuan di lahan kering bukanlah perkara mudah. Tantangannya ganda: melawan kerasnya alam dan melawan stigma bahwa perempuan tidak paham teknis pertanian. Namun, Warsini mematahkan semua itu. Di tangannya, lahan kritis itu kini menghijau subur.

“Dulu saya bingung, tanaman sering kerdil. Mau tanya ke penyuluh malu, takut dianggap tidak tahu apa-apa. Tapi sekarang beda, petugas dari Pupuk Indonesia yang datang ke sini mengajari kami dengan sabar, tidak membedakan laki-laki atau perempuan,” ungkap Warsini tersenyum, menyeka keringat di dahinya yang tertutup caping.

Akses yang Adil Lewat Digitalisasi

Salah satu hambatan terbesar bagi petani perempuan adalah akses terhadap sarana produksi. Seringkali mereka termarjinalkan dalam rantai distribusi konvensional. Di sinilah sub-tema Transformasi Pupuk Indonesia Wujudkan Industri Pupuk Modern, Efisien, dan Akuntabel memainkan peran vitalnya.

Transformasi digital melalui sistem iPubers (Integrasi Pupuk Bersubsidi) telah mendemokratisasi akses pupuk. Kini, penebusan pupuk bersubsidi tercatat secara digital menggunakan KTP. Tidak ada lagi ruang bagi diskriminasi atau permainan harga di kios. Sistem ini memberikan transparansi dan kepastian yang sangat dibutuhkan oleh kepala keluarga perempuan seperti Warsini.

“Sekarang ambil pupuk itu jelas. Barangnya ada, harganya pas sesuai aturan pemerintah. Bagi kami ibu-ibu yang mengatur uang belanja, kepastian harga ini sangat melegakan,” tambahnya. Modernisasi sistem distribusi ini secara tidak langsung telah memberdayakan perempuan untuk mandiri mengelola usaha taninya.

Edukasi yang Membumi

Mengacu pada sub-tema kedua, Penguatan Pelayanan dan Pengawalan, Pupuk Indonesia melakukan pendekatan yang inklusif. Melalui program Agrosolution atau Makmur, edukasi agronomi tidak hanya menyasar kelompok tani bapak-bapak, tetapi juga memberdayakan Kelompok Wanita Tani (KWT).

Warsini diajarkan bahwa kasih sayang saja tidak cukup untuk merawat tanaman; butuh ilmu. Ia kini fasih bicara tentang pemupukan berimbang NPK, pentingnya pupuk organik untuk menjaga kelembapan tanah kapur, hingga pengendalian hama terpadu.

Pelayanan ini mengubah “lahan tidur” menjadi “lahan tempur”. Produktivitas kedelai Warsini meningkat drastis. Jika dulu ia hanya bisa panen sekali setahun dengan hasil pas-pasan, kini ia bisa melakukan rotasi tanam dengan jagung, menjaga arus kas keluarga tetap stabil sepanjang tahun.

Srikandi Penjaga Kedaulatan Pangan

Kisah Warsini adalah cermin kecil dari ribuan perempuan pedesaan yang menjadi benteng terakhir ketahanan pangan nasional. Ketika Pupuk Indonesia memperkuat industri pupuk dan pelayanannya, mereka sejatinya sedang memperkuat tangan-tangan halus ini agar mampu menopang beban berat lumbung pangan negara.

Industri pupuk yang kuat tidak hanya terlihat dari cerobong pabrik yang mengepul, tetapi dari senyum lega seorang ibu di pelosok desa yang mampu menyekolahkan anaknya dari hasil panen yang melimpah.

Sore itu, Warsini memandang hamparan kedelainya dengan bangga. Di lahan kering itu, ia membuktikan bahwa dengan dukungan yang tepat dan sistem yang akuntabel, perempuan bisa menjadi pilar kokoh bagi pangan yang berdaulat. Transformasi Pupuk Indonesia telah memberinya lebih dari sekadar pupuk; ia memberinya harapan dan martabat.

Leave a Reply