Banyuwangi – Di tangan Dimas (28), pertanian tidak lagi identik dengan punggung bungkuk dan kulit terbakar matahari. Sarjana agroteknologi ini berdiri tegak di tepi lahan jagungnya, bukan memegang cangkul, melainkan sebuah tablet. Dengan sentuhan jari, ia memeriksa data cuaca dan jadwal pemupukan. Ia adalah wajah baru pertanian Indonesia: muda, terkoneksi, dan berorientasi bisnis.
“Dulu teman-teman kuliah menertawakan saya karena ‘pulang kampung’. Mereka pikir jadi petani itu masa depan suram. Tapi bagi saya, ini adalah startup yang paling menjanjikan, asalkan punya ekosistem yang tepat,” ujar Dimas percaya diri.
Keyakinan Dimas bukan tanpa dasar. Ia adalah salah satu binaan dalam Program MAKMUR (Mari Kita Majukan Usaha Rakyat), sebuah inisiatif ekosistem dari Pupuk Indonesia yang mengubah cara pandang pertanian tradisional menjadi industri modern yang menguntungkan.
Transformasi Mindset: Bertani adalah Berbisnis
Mengacu pada sub-tema Transformasi Pupuk Indonesia Wujudkan Industri Pupuk Modern, perusahaan pelat merah ini menyadari bahwa modernisasi tidak hanya soal mesin pabrik canggih, tetapi juga soal sumber daya manusia di sawah. Pupuk Indonesia tidak lagi berjalan sendirian. Melalui Program Makmur, mereka menggandeng perbankan, asuransi, hingga pembeli siaga (off-taker).
Inilah yang dicari oleh anak muda seperti Dimas: kepastian.
“Dulu ayah saya bertani dengan sistem ‘tebak-tebakan’. Tebak modal dari mana, tebak pupuk ada atau tidak, tebak siapa yang beli pas panen. Sekarang, lewat ekosistem Makmur, semua terjamin. Modal dari KUR perbankan lancar, pupuk tersedia dan dikawal agronomis, hasil panen langsung diambil off-taker dengan harga wajar,” jelasnya.
Transformasi ini menjadikan Pupuk Indonesia bukan sekadar penjual pupuk, melainkan aggregator bisnis pertanian. Ini adalah langkah konkret mewujudkan industri yang efisien dan akuntabel, di mana rantai pasok yang panjang dan merugikan petani dipangkas habis.
Pengawalan Teknologi untuk Produktivitas
Masuk ke sub-tema kedua, Penguatan Pelayanan dan Pengawalan untuk Meningkatkan Produktivitas Pertanian, peran agronomis Pupuk Indonesia menjadi kunci sukses Dimas.
Para petani milenial ini haus akan data, bukan mitos. Tim agronomis Pupuk Indonesia hadir memberikan layanan uji tanah dan rekomendasi pemupukan presisi. Mereka berdiskusi tentang unsur hara N, P, dan K layaknya mendiskusikan kode pemrograman. Hasilnya? Produktivitas lahan jagung Dimas melonjak dari rata-rata 5 ton menjadi 8 ton per hektare.
“Anak muda itu butuh logika. Ketika Pupuk Indonesia datang membawa data dan teknologi, kami nyambung. Kami jadi tahu bahwa bertani itu ada ilmunya, ada hitung-hitungannya,” tambah Dimas.
Estafet Penjaga Pangan
Krisis regenerasi petani adalah bom waktu bagi Indonesia. Rata-rata usia petani kita kini di atas 50 tahun. Siapa yang akan memberi makan bangsa ini 10 tahun lagi?
Jawabannya ada pada program transformasi yang dijalankan Pupuk Indonesia. Dengan membuat pertanian menjadi sektor yang modern, menguntungkan, dan bankable, Pupuk Indonesia sedang merekrut tentara-tentara baru penjaga kedaulatan pangan.
Dimas kini tak hanya sukses secara finansial, ia juga menjadi inspirasi bagi pemuda desanya. Ia membuktikan bahwa dengan dukungan industri pupuk yang kuat dan ekosistem yang tepat, desa bukan lagi tempat untuk ditinggalkan, melainkan tempat masa depan dibangun.
Di bawah langit Banyuwangi yang cerah, Dimas tersenyum melihat hamparan jagungnya yang siap panen. Ia tahu, di balik hijau daun itu, ada andil besar transformasi industri pupuk yang memastikan piring nasi bangsa ini tidak akan pernah kosong, dijaga oleh tangan-tangan muda yang penuh semangat.
