Oleh: Wahida Ramadhani Lubis
Jika sepuluh tahun lalu aku ditanya, “Kamu akan jadi apa nanti?”, jawabanku pasti singkat dan padat: Dokter. Namun, di tengah gelombang disrupsi teknologi saat ini, aku sadar bahwa masa depan tidak cukup hanya dihadapi dengan jas putih dan stetoskop di leher.
Sepuluh tahun lagi, di tahun 2034, aku melihat diriku tumbuh menjadi dokter profesional yang berbeda. Aku adalah seorang “pembangun jembatan” yang berani memadukan empati medis dengan kecanggihan teknologi.
Visi utamaku adalah menghadirkan Mediora X-21, sebuah sistem telemedicine berbasis Artificial Intelligence (AI) yang aku rancang untuk membantu diagnosis pasien di daerah terpencil. Aku percaya, inovasi anak muda harus menjadi solusi nyata bagi pemerataan kesehatan (Health Equity) di Indonesia. Dokter dan teknologi bukanlah lawan, melainkan dua sayap yang harus mengepak bersamaan.
Untuk mewujudkan integrasi rumit antara medis dan teknologi inilah, aku membutuhkan ekosistem yang tepat. Telkom University adalah kepingan puzzle terpenting dalam perjalananku. Di sanalah aku akan menyerap ilmu tentang integrasi data kesehatan dan sistem informasi medis. Aku ingin memastikan bahwa masa depan pendidikan kedokteran kita tidak lagi gagap teknologi, melainkan mampu berselancar di atas gelombang digital.
Namun, di balik ambisi besar itu, aku tetaplah manusia biasa yang butuh ruang untuk bernapas. Aku tidak ingin menjadi robot.
Di sela-sela kesibukan di Rumah Sakit impianku yang berkonsep smart-hospital, aku menyisihkan waktu untuk jiwaku yang lain: Seni dan Traveling. Ada kalanya aku akan duduk di tribun Santiago Bernabéu, berteriak merayakan gol El Clásico, mengisi ulang energi agar tidak redup.
Atau mungkin, di sudut rumah sakit itu, aku akan membuka sebuah “Ruang Baca & Pastry” kecil. Tempat di mana aroma roti hangat dan tumpukan buku menyatu, menjadi ruang refleksi bagi keluarga pasien yang lelah. Di sana, aku ingin menunjukkan bahwa seorang dokter perempuan bisa menjadi sosok yang tangguh di ruang operasi, namun tetap lembut dan kreatif saat meracik adonan kue.
Aku ingin mematahkan stigma kuno itu. Melalui Yayasan Kemanusiaan Digital (Indonesia Hand in Hand Foundation) yang kelak kubangun, aku akan membuktikan bahwa perempuan berhak bermimpi setinggi langit. Perempuan bisa menjadi dokter, inovator teknologi, penulis, sekaligus traveler yang bebas. Tidak ada lagi gema “akhirnya cuma di dapur saja”.
Perjalanan satu dekade ini mungkin tidak mudah. Namun, saat aku menatap cermin sepuluh tahun lagi, aku ingin tersenyum melihat sosok yang utuh: Seorang dokter yang memadukan logika algoritma dengan kehangatan empati.
Seperti pesan Bung Karno, “Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang.” Dan aku siap melangkah, menjadikan setiap detiknya berarti bagi Indonesia.

kerennn!! Semangat terus yaa wahidaaa, semogaaa tercapai semua impian” mu!! 💞💞
Wahhh kereng sekalii, semangat teruss yaa😁
seemangaatt
Semangat wahida, semoga hal tersebut menjadi suatu kenyataan yang dapat digapai, bukan sebagai keinginan🌟
❤️🔥
Hida pround of you sayang 💕
semangatt wahidaa 🩷 !
kereeen
HAII SAYANGG, SEMANGATT TERUSS YAAA CINTAA!! 💞💞
IHHH KERENNN, SEMANGATTT TRUSS LOVELYYY😆😆🙂↔️💕💕💕
SSMANGATT WAHIDAA, KEEP STRONG🔥🔥
semangatt hanaa, semoga impian km tercapai ya cintaa💕💕
Wiii keren kak
Keren🤩🤩
WAHIDAAA KERENNNN BANGEEEDD😍😍😍
Semangat 🔥
kereennn😶🌫💕💕