Oleh: Saskia Ayu Putri Abdullah
Di tahun 2035, aku menatap Pemandangan Jakarta dari lantai atas gedung pencakar langit. Aku tersenyum. Bukan karena kemewahan visual itu, melainkan karena teringat betapa tingginya mimpi ini sepuluh tahun lalu. Aku, Saskia Ayu Putri Abdullah, kini 25 tahun, menjabat Chief Executive Officer (CEO) sebuah perusahaan teknologi sosial.
Saat masih duduk di bangku kelas X-7 MAN 3 Medan, aku sudah menanamkan satu visi besar: Menjadi pribadi yang berilmu, berakhlak baik, dan bermanfaat bagi sesama. Aku sadar, gelar CEO hanyalah jabatan, namun manfaat adalah warisan yang abadi.
Kisah perjalananku bermula dari komitmen pada tiga pilar yang kugenggam erat: Jujur, Disiplin, dan Bertanggung Jawab.
Telkom University: Gerbang Awal Inovasi
Perjalanan akademisku di Telkom University memainkan peran krusial. Di sana, aku tidak hanya mengasah kecerdasan intelektual di bidang teknologi dan manajemen, tetapi juga menemukan fondasi moralitas. Lingkungan kampus yang dinamis dan berfokus pada inovasi anak muda membentuk cara pandangku terhadap dunia bisnis. Aku diajarkan bahwa ilmu harus dibarengi dengan akhlak, doa, dan usaha.
Kini, perusahaan yang aku pimpin bukanlah sekadar entitas pencari untung. Kami adalah perusahaan teknologi sosial yang fokus pada pembangunan masyarakat kecil. Setiap proyek yang kami luncurkan harus memiliki dampak positif yang terukur. Misalnya, kami mengembangkan platform edukasi digital yang dirancang khusus untuk menjangkau daerah 3T.
Aku percaya, dengan memaksimalkan teknologi, kita bisa menjamin masa depan pendidikan yang lebih merata di seluruh pelosok negeri.
Disiplin yang Membentuk Kepemimpinan
Di meja kerjaku yang elegan, tersemat sebuah kartu nama lama dari proyek start-up pertamaku saat kuliah—sebuah pengingat akan konsistensi nilai. Aku dikenal sebagai pemimpin yang sangat disiplin, tidak hanya soal waktu, tetapi juga soal etika.
Perusahaan yang aku pimpin telah menjadi role model dalam transparansi dan tanggung jawab sosial korporat. Aku membuktikan bahwa cita-cita menjadi seorang CEO tidak hanya tentang kekuasaan dan profit, melainkan tentang kapasitas untuk berbuat baik.
Di akhir hari, saat aku menatap cakrawala yang dipenuhi dengan cahaya kota, aku tersenyum. Visi remajaku telah terpenuhi. Aku kini adalah seorang pemimpin yang berilmu, berakhlak baik, dan yang terpenting, telah menjadi sungai manfaat yang airnya akan terus mengalir deras kepada sesama.
Ini adalah kisahku—Saskia, sang CEO dengan jiwa pembangun.
